Kejahatan siber tuh banyak macemnya. Kita udah pernah bahas soal email phishing dan social engineering di dating apps, nah ada lagi nih modus yang lagi ramai: penipuan like and subscribe. Penipuan ini nggak cuma memanfaatkan rasa penasaran, tapi juga menawarkan penghasilan instan yang bikin banyak orang tergiur. Di balik tugas sederhana kayak menyukai video atau subscribe channel, ternyata ada jebakan yang bisa bikin kamu kehilangan uang.
Penipuan ini paling sering muncul di platform seperti WhatsApp dan Telegram, di mana korban diajak untuk menyelesaikan tugas-tugas ringan dengan iming-iming komisi kecil. Setelah menyelesaikan beberapa tugas, korban akan menerima komisi untuk membangun kepercayaan. Namun, di balik semua itu, pelaku penipuan mulai meminta korban untuk melakukan top-up atau deposit uang untuk mendapatkan komisi lebih besar.
Dilansir dari Metro Tempo pada 10 Juli 2024, salah satu korban bahkan melaporkan kehilangan Rp 44 juta setelah tergiur janji penghasilan besar dari penipuan ini. Setelah melakukan top-up, uang yang dijanjikan tidak pernah cair, dan pelaku terus meminta korban melakukan top-up lebih banyak, dengan janji komisi yang lebih besar. Pada akhirnya, uang korban pun tidak kembali dan penipu hilang begitu saja.
Skema Ponzi dan FOMO: Rahasia di Balik Penipuan Ini
Penipuan ini memanfaatkan skema Ponzi, di mana korban pertama diberi imbalan kecil untuk menarik korban baru yang lebih besar. Setelah korban percaya dan mulai melakukan deposit lebih besar, penipuan akan terus berlanjut. Selain itu, penipu sering menggunakan taktik FOMO (Fear of Missing Out), di mana korban merasa takut kehilangan kesempatan besar untuk mendapatkan penghasilan cepat. Ini membuat korban tergoda untuk terus melakukan top-up demi “keuntungan” yang dijanjikan.
Dari statistik yang minBer dapat dari Katadata, Telegram dilaporkan mengalami peningkatan aktivitas kejahatan siber hingga 53% pada tahun 2024, terutama karena penipu menggunakan grup atau saluran untuk menjalankan skema seperti ini.
WhatsApp dan Telegram Jadi Sarana Penipuan
WhatsApp dan Telegram sering jadi platform pilihan penipu karena kemudahan akses dan anonimitas. Di Telegram, penipu bisa dengan cepat membuat grup atau saluran untuk menarik korban tanpa khawatir terlacak. Di WhatsApp, penipuan sering kali dilakukan melalui pesan pribadi atau grup, yang menawarkan “pekerjaan paruh waktu” atau “peluang investasi”. Statistik di Databoks menyebutkan bahwa jaringan seluler (SMS dan panggilan telepon) serta aplikasi percakapan seperti WhatsApp menyumbang sekitar 64,1% dari total modus penipuan digital.
Penipuan di WhatsApp dan Telegram ini memanfaatkan pengguna yang seringkali mudah percaya pada pesan berantai atau penawaran yang terlihat profesional. Padahal, di balik itu semua, penipu hanya mengincar uang dari korban melalui skema like and subscribe.
Bagaimana Melindungi Diri dari Penipuan Ini?
Untuk melindungi diri dari penipuan like and subscribe ini, ada beberapa langkah yang bisa kamu terapkan:
- Jangan Mudah Percaya pada Tawaran Penghasilan Instan: Jika ada yang menawarkan penghasilan tinggi hanya dengan tugas sederhana, kamu harus curiga. Tawaran yang terlalu bagus untuk jadi kenyataan biasanya adalah penipuan.
- Hindari Top-Up atau Transfer Dana: Jika penawaran pekerjaan meminta kamu untuk melakukan deposit atau top-up, ini adalah tanda merah. Pekerjaan yang sah tidak akan meminta uang dari karyawan.
- Waspadai Tautan Mencurigakan: Jangan asal klik link dari sumber yang tidak kamu kenal, terutama yang dikirim melalui pesan pribadi di WhatsApp atau Telegram.
Dengan semakin canggihnya modus penipuan, kita harus lebih bijak dalam beraktivitas di dunia digital dan melindungi diri dari jebakan yang semakin berkembang. Jangan sampai uang kamu hilang karena tergiur janji kosong!